TAHUN BARU ISLAM 1446 H



SEJARAH TAHUN BARU ISLAM


Ibnu Hajar Al-Asqalani yang juga ahli sejarah dalam Kitab Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari membahas sejarah tahun baru atau penanggalan kalender Islam dalam Bab Tarikh. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz VII, halaman 307).

Al-Asqalani mengangkat persilangan pendapat perihal sejarah awal tahun baru Islam. Al-Hakim meriwayatkan dari Syihab bin Zuhri bahwa Nabi Muhammad saw tiba di Madinah lalu memerintahkan penulisan sejarah pada bulan Rabiul Awwal. Tetapi riwayat ini lemah karena perawinya hilang dua atau lebih secara berturut-turut (mu’dhal).

Adapun pendapat yang masyhur mengatakan bahwa penetapan awal tahun baru Islam terjadi pada masa kepemimpinan Sayyidina Umar bin Khattab ra (634-644 M/13-23 H) setelah sahabat Abu Bakar ra (632-634 M/11-13 H)

Para sahabat menetapkan awal tahun baru Islam berdasarkan peristiwa hijrah melalui firman Allah perihal pembangunan masjid Kuba, “La masjidun ussisa alat taqwā min awwali yawmin” atau “Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama (Surat At-Taubah ayat 108).

Kata “awwali yawmin” atau “sejak hari pertama” sebagaimana sudah sama-sama maklum tidak berarti hari pertama secara mutlak, tetapi hari di mana waktu pertama kemuliaan Islam, hari di mana Nabi Muhammad saw beribadah dengan rasa aman, dan hari di mana Rasulullah saw dan umat Islam membangun pertama kali sebuah masjid sebagai rumah ibadah.

Para sahabat sependapat bahwa peristiwa tersebut menjadi awal mula penanggalan kalender tahun baru Islam. Kita juga memaklumi bahwa “awwali yawmin” atau “sejak hari pertama” pada Surat At-Taubah ayat 108 merupakan hari Nabi Muhammad saw dan sahabatnya memasuki Kota Madinah.

“Sahal bin Sa’ad mengatakan, ‘Para saahabat tidak mengitung hari kenabian-kerasulan Nabi Muhammad saw atau hari wafatnya sebagai awal tahun baru Islam. Mereka mengitung awal tahun baru Islam dari hari Nabi Muhammad saw tiba di Kota Madinah,’” (HR Bukhari).

Adapun riwayat Al-Hakim menyebutkan bahwa banyak orang keliru. Mereka mengitung bukan sejak Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, tetapi sejak tahun wafatnya. Menurut Al-Hakim, informasi ini yang justru keliru. Mereka justru mengitung tahun tiba Nabi Muhammad saw di Kota Madinah.

Adapun yang dimaksud dengan “Banyak orang keliru” adalah kelalaian dan keabaian mereka. Tetapi mereka kemudian mencoba menemukan dan mengingatnya kembali. Al-Asqalani menambahkan, tidak ada keterangan pasti perihal bulan kedatangan Nabi Muhammad saw di Madinah. Sedangkan sejarah teritung pada awal tahun. 

Setidaknya ada empat opsi yang diperhatikan para sahabat untuk menentukan awal tahun baru Islam, yaitu waktu kelahiran (maulid), waktu pengangkatan kenabian-kerasulan, waktu hijrah ke Madinah, dan waktu wafat Nabi Muhammad saw.

Bagi sebagian sahabat, waktu hijrah lebih pasti dalam ingatan mereka. Sedangkan waktu (tahun) kelahiran dan pengangkatan kenabian-kerasulan Nabi Muhammad saw diperselisihkan di kalangan mereka. Adapun waktu wafat Nabi Muhammad saw dihindari oleh mereka karena hanya melahirkan kesedihan sehingga pilihan penentuan tahun baru Islam jatuh pada peristiwa hijrah. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VII/307).

Para sahabat bertekad bulat ('azam) untuk berhijrah pada bulan Muharram. Adapun baiat atau perjanjian untuk berhijrah terjadi pada pertengahan Dzulhijah yang menjadi pendahuluan hijrah. Sedangkan bulan (hilal) pertama yang tampak setelah baiat dan 'azam untuk berhijrah jatuh pada bulan Muharram. Jadi Muharram cukup relevan dijadikan awal tahun baru Islam. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VII/307). (Alhafiz Kurniawan)


Sumber: 
https://www.nu.or.id/sirah-nabawiyah/sejarah-tahun-baru-islam-LIgCB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar